Artikel 01 Aug 2024

Sejarah Kota Surabaya, Tempat Lahir Presiden Pertama Indonesia

Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia yang jadi saksi bisu pertempuran 10 November dan dikenal sebagai kota pahlawan. Kota ini dulunya dijadikan sebagai sentra perdagangan karena letaknya di pesisir utara Jawa Timur. Walau memang, daerah pedalamannya mengakomodasi tradisi agrikultura karena lebih banyak dataran rendah.

Mari, simak penjelasan singkat mengenai Kota Surabaya yang jadi kota kelahiran presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno ini, yuk!

Sejarah Kota Surabaya

Dalam buku karya Handinoto, G.H. von Faber yang dikutip dari laman Tirto mengungkapkan Kota Surabaya dulunya didirikan oleh raja terakhir dari Kerajaan Singasari, yakni Raja Kertanegara tahun 1275 Masehi. Awal mula pembangunannya disinyalir karena berhasil menumpas pemberontakan Kanuruhan. Pada masa itu, raja memberikan titah untuk mendirikan pemukiman di Kali Brantas.

Namun, menurut versi lain, Surabaya dibentuk setelah Raden Wijaya—raja pertama Kerajaan Majapahit—menang melawan pasukan Mongol pada tahun 1293. Kedatangan pasukan Mongol yang dipimpin oleh Kubilai Khan tersebut adalah untuk menyerang Raja Kertanegara. Akan tetapi, Kubilai Khan tidak tahu kalau Raja Singasari sudah meninggal sebelum kedatangannya ke Jawa.

Begitu berartinya kemenangan Raden Wijaya sampai tanggal menangnya dijadikan sebagai tanggal berdirinya Surabaya, lho, yakni 31 Mei. Walaupun demikian, nama Surabaya masih belum terlalu dikenal. Penamaan Surabaya baru ditemukan tahun 1358 di masa pemerintahan Hayam Wuruk di Majapahit. Surabaya yang kala itu masih bertuliskan “Surabhaya” terukir di Prasasti Canggu atau Prasasti Trowulan.

Selain kisah di atas, Kota Surabaya pun tidak terlepas dari cerita rakyat tentang pertarungan antara buaya dan ikan hiu. Dikisahkan, buaya yang bernama Baya dan ikan Hiu bernama Sura sering melakukan perkelahian di lautan. Keduanya berkelahi karena memperebutkan mangsa. Singkatnya, keduanya saling sepakat, Sura mencari mangsa di lautan sedangkan Baya di daratan.

Namun, Sura malah sembunyi-sembunyi mencari mangsa di sungai dan membuat Baya menjadi marah. Perkelahian pun terjadi kembali di antara keduanya dan Sura menggigit Baya di pangkal ekor sebelah kanan karena itulah ekor Baya bengkok ke kiri. Ekor Sura juga tergigit dan nyaris putus. Dari sinilah akhirnya masyarakat percaya kalau asal usul nama Surabaya adalah dari perkelahian antara Sura dan Baya.

Perkembangan Kota Surabaya

Dalam perkembangannya Kota Surabaya memiliki empat fase, dimulai dari:

Kota pra-modern, dipimpin oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels dan menjadikan Surabaya sebagai mininya Eropa. Dipengaruhi oleh kebudayaan barat, Surabaya pun dipetakan dengan benteng-benteng seperti Benteng Prins Hendrik.

Kota modern, dibentuknya struktur kota modern dan muncul suburbanisasi tahun 1830-1942. Pengaruh revolusi membuat sarana, prasarana, dan teknologi melaju pesat. Tahun 1906, banyak bermunculan industri pertanian setelah banyaknya penanam modal di Surabaya.

Mundurnya pusat kolonial, pengaruh kolonial mulai menghilang sejak kedatangan Jepang tahun 1942. Kota Surabaya yang mulanya memproduksi gula beralih ke industri galangan kapal, baja, dan tekstil. Selain itu, mulai dibangun pabrik baru dan membuat arus migrasi berlanjut menempati infrastruktur publik.

Pembangunan infrastruktur. ukuran skala kota pun menjadi semakin membesar karena adanya pembangunan infrastruktur dan permukiman berskala besar tahun 1970 sampai dengan sekarang. Kawasan Tunjungan dan Jembatan Merah pun dijadikan kawasan mewah dan modern.

Peran Kota Surabaya Pertahankan Kemerdekaan

Pasca Indonesia merdeka, Bung Tomo dengan semangat juangnya berhasil mengajak masyarakat Kota Surabaya mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia dari serangan Sipil Hindia Belanda atau Netherland Indies Civil Administration (NICA) dan sekutu—yang ingin merebut kembali Indonesia setelah menyatakan Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kala itu, Bung Tomo mengobarkan semangat perlawanannya dengan berorasi melalui radio untuk membangkitkan semangat masyarakat, khususnya para pemuda Surabaya. Kata-katanya yang paling terkenal adalah “Kita Tetap: Merdeka atau Mati”. Singkatnya, masyarakat berhasil mengusir sekutu setelah pertempuran 28 Oktober 1945.

Namun, puncak pertempuran terjadi pada tanggal 10 November 1945 setelah sekutu marah pasca tewasnya pemimpin Inggris bernama Brigadir Mallaby. Tentu saja, masyarakat Surabaya berhasil mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dan tanggal 10 November diresmikan sebagai Hari Pahlawan oleh Presiden Soekarno.

Demikian ulasan mengenai Kota Surabaya yang sekarang jadi kota terbesar kedua di Indonesia. Liburan ke Surabaya, yuk, sambil berkeliling kotanya. Tak lupa, sebelum ke sana beli dulu Asuransi Perjalanan dari MSIG Indonesia, ya, dengan klik Beli Asuransi Perjalanan secara online. Dengan memiliki asuransi ini perjalananmu akan senantiasa aman karena dilindungi asuransi.

Artikel Lainnya